Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN MASA DEPAN

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DI MASA DEPAN



      Pada saat memasuki tahun 2010, ekonomi dunia sedang mengalami dua kejadian penting, yaitu: pertama, krisis ekonomi kapitalisme global yang sangat mendalam dan struktural, dan kedua, pergeseran kekuatan ekonomi dunia dari utara (AS dan eropa) ke Asia timur (Tiongkok) dan amerika latin.
Amartya Sen, seorang ekonom India, dalam tulisannya di Newyork review menyebut tahun itu sebagai “tahun krisis”, dan tahun berikutnya akan disertai dengan penurunan tajam ekonomi dunia melebihi depresi besar tahun 1930-an.
Perkiraan Amartya Sen ada benarnya, sebab di tahun 2010 krisis ekonomi dunia bukannya menjinak, malah semakin mengganas dan melahap ekonomi negara-negara kuat di eropa, seperti Yunani, Spanyol, Portugal, Inggris, dan lain sebagainya.
Sementara ekonomi Indonesia, yang sebagian besar tumpuannya bergantung kepada ekonomi kapitalis global, turut merasakan pukulan telak dari keberlanjutan krisis ini. Jika pada tahun 2009 tenggelamnya ekonomi Indonesia baru mencapai leher, maka pada tahun ini tenggelamnya ekonomi Indonesia sudah mencapai dagu.
The Economist, majalah mainstream paling bergengsi, pernah menulis, “ekonomi Indonesia memang tumbuh, tapi sayang sekali, kemiskinan juga tumbuh.” Meskipun pertumbuhan ekonomi diprediksi akan menembus 6,3%, tetapi hal tersebut tidak menciptakan “Trickle down effect”.
Penghancuran Industri Nasional
        Tahun 2010 dapat dikatakan sebagai tahun kematian industri nasional. Beberapa jenis industri yang selama ini menjadi benteng terakhir, seperti baja, kretek, produk pertanian, dan lain sebagainya, telah dihancurkan dengan jalan dijual atau dibangkrutkan.
Pada tahun 2006, Indonesia diperkirakan mempunyai 29 ribu perusahaan manufaktur skala menengah, tetapi sekarang jumlahnya tidak melebihi 27 ribu. Industri skala mikro dan kecil pun anjlok 2,1 persen dan 5 persen dihantam oleh kebijakan neoliberalisme.
Jika di masa sebelumnya, proses de-industrialisasi baru menghantam perusahaan-perusahaan menengah dan kecil, maka sekarang ini (tahun 2010) korbannya sudah mencakup perusahaan-perusahaan tulang punggung
Sementara itu, sebagian sektor industri telah menurunkan kapasitas produksinya hingga 25% dari potensi produktifnya, antara lain, industri baja, sepatu dan tekstil. Salah satu penyebab penurunan kapasitas produksi itu adalah turunnya permintaan, terutama di pasar dunia, yang sekarang ini memang sedang dilanda krisis over-produksi.
Ada keterkaitan langsung antara krisis kelebihan produksi di negara maju dengan praktik penghancuran industri di negeri dunia ketiga. Sebab, dengan menghancurkan industri negeri dunia ketiga, maka industri negara maju kehilangan pesaing potensialnya dan dapat menguasai pasar negara dunia ketiga tersebut.
Fonemena inilah yang menjelaskan mengapa pemerintahan SBY-Budiono sangat agressif untuk menjalankan program privatisasi terhadap sejumlah BUMN paling strategis, yaitu PT. Krakatau Steel (penguasa baja nasional), PTPN III, IV, VII (penguasa sektor perkebunan/agrobisnis), dan dua raksasa perbankan nasional, Bank Mandiri dan Bank BNI.
Pada tahun 2010 ini, rejim SBY-Budiono berusaha memastikan privatisasi terhadap delapan BUMN, yaitu PTPN III, PTPN IV, PTPN VII, PT C Phrimissima, PT Kertas Padalarang, PT sarana Karya, Bank Mandiri, dan Bank BNI.
Industri kretek, salah satu industri yang tumbuh dengan corak nusantara dan mempergunakan modal/sumber daya di dalam negeri, juga sedang berada di mulut kehancuran. Sejumlah lembaga asing, seperti Bloomberg Initiative, telah menggelontorkan dana kepada sejumlah lembaga pemerintah dan ormas untuk mengkampanyekan “anti-rokok” dan pembatasan tembakau.
Perusahaan asing juga sangat berjaya dalam mengusai sumber energi nasional, terutama migas dan batubara, yang menyebabkan industri nasional kesulitan mendapatkan pasokan energi. Hal ini semakin diperparah dengan kebijakan energi pemerintahan SBY-Budiono, yang justru mengutamakan ekspor gas dan batubara ke luar negeri sebelum kebutuhan domestik terpenuhi.
Ada pula program Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD), yang oleh penganjurnya dimaksudkan untuk mencegah kerusakan hutan lebih lanjut di seluruh dunia, justru menjadi kesempatan baru bagi imperialis untuk menguasai hutan kita dan menghidupi bisnis karbonnya.
Penghancuran ekonomi Rakyat
        Sampai tahun 2010 jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diperkirakan mencapai 51 juta unit atau 99% dari total unit usaha yang ada. Namun, sejak ekonomi nasional berayun ke arah liberalisasi, UMKM telah menjadi korban paling pertama yang bertumbangan.
UMKM ini sangat bergantung pada dua hal, yaitu jaminan kredit dan pasar. Jauh sebelumnya, UMKM sudah menderita akibat kenaikan harga BBM dan TDL. Pada tahun 2010, bersamaan dengan diberlakukannya China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA), sektor UMKM Indonesia seperti digiring ke liang pembantaian.
Misalnya Industri batik, yang sekarang ini juga banyak dibuat oleh China, telah mengancam masa depan industri batik di dalam negeri.
Namun, cerita sedih mengenai penghancuran ekonomi rakyat belum berhenti di sini, tetapi terus berlanjut dengan keputusan pemerintah membiarkan peritel modern memasuki kampung-kampung dan pelosok-pelosok.
Sebagai perbandingan mengenai hal ini, dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, ekonomi nasional atau rakyat (UMKM) yang berjumlah 51 juta atau 99% dari total pelaku ekonomi hanya menikmati 39,8% dari PDB, sementara korporasi besar asing menikmati hingga 60,2%. Dalam hal pasar, ekonomi nasional atau ekonomi rakyat hanya menempati 20% pangsa pasar nasional, sementara korporasi besar asing dan domestik menguasai 80%.
Pasar rakyat, yang selama ini menjadi tempat bagi ekonomi mikro dan menengah memasarkan produknya, semakin terancam oleh ekspansi peritel raksasa modern, seperti Carrefour, Giant, Hypermart, 7-eleven, Circle K, Lotte Mart, dan lain-lain. Peritel modern didukung oleh modal yang lebih besar, fasilitas, tekonologi, dan ruang yang strategis, sementara pasar rakyat identik dengan kumuh, semrawut, dan bau kurang sedap.
Jika pasar rakyat hancur, maka hal itu akan membawa konsekuensi luas, yaitu, pertama, menghancurkan produsen kecil, khususnya produk petani dan usaha kecil (mikro dan menengah), dan kedua, menyulitkan konsumen klas menengah ke bawah.
Penguasaan asing terhadap perbankan
       Sejak UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan di berlakukan, sebagian besar perbankan nasional sudah jatuh ke tangan asing, yaitu antara 65%-70%. UU perbankan ini, yang memperbolehkan kepemilikan asing terhadap bank lokal hingga 99%, adalah salah satu UU perbankan paling liberal di dunia.
Sebut saja, misalnya, Bank haga, Rabobank dan Hagakita (seluruh sahamnya dikuasai Rabobank Belanda, BTPN (71% sahamnya dikuasai Texas Paicific AS), Bank Permata (44,5% dikuasai Standard Chartered Inggris), SCB (seluruh sahamnya dikuasai Standard Chartered Inggris), Bank Panin (35% sahamnya dikuasai ANZ Bank Australia), BII (55,85% sahamnya dikuasai Maybank Malaysia), CIMB Niaga (60,38% sahamnya dikuasia CIMB group Malaysia), dan lain-lain.
Penguasaan asing terhadap perbankan nasional akan berdampak serius terhadap perekonomian nasional, yakni mempengaruhi aliran modal dan penyaluran kredit terhadap industri nasional.
Pada tahun 2010 ini, sebagaimana dibangga-banggakan pemerintah dan ekonom neoliberal, bahwa perbankan indonesia telah kebanjiran arus dana asing yang masuk (capital inflow), yang keberadaannya sangat bebas untuk masuk dan keluar kapan saja. Hal ini membuat cadangan devisa melonjak menjadi USD 92,75 miliar per akhir November 2010 yang bisa mencapai USD100 miliar pada akhir 2010.
Namun, tidak dapat dibantah bahwa pihak asing sudah mengusai lebih dari 60% kepemilikan di pasar modal, dan hal itu sangat berbahaya bagi kesehatan ekonomi Indonesia di masa depan.
Alih-alih bahwa dana itu bisa memperkuat sektor real kita, arus dana asing itu malah berpotensi menjerumuskan perekonomian kita. Karena BI menganut sistem capital free flow, maka investor asing dapat dengan bebas mengambil keuntungan di Indonesia kapan saja.

Catatan Perekonomian Indonesia 2010

      2010 menjadi tahun yang penting bagi Indonesia. Terpilihnya presiden baru, menandakan era baru dalam pemerintahan Indonesia. Keberhasilan Indonesia lepas dari jeratan krisis financial global, hingga mampu menjadi satu dari dua negara Asia yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif di tahun 2009, membangkitkan optimisme di awal tahun 2010. Optimisme perekonomian ini yang sepatutnya dipertahankan oleh pemerintahan SBY dan menjadi landasan pembangunan di tahun 2010.
Secara umum, perekonomian Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan prestasi yang cukup baik. Sebagai negara yang mampu mencapai pertumbuhan positif selama masa krisis finansial global, Indonesia semakin mendapat kepercayaan di mata dunia Internasional. Hal ini terbukti dari meningkatnya peringkat Indonesia pada Global Competitiveness Index 2010-2011 yang dikeluarkan oleh World Economic Forum. Indonesia berhasil meraih peringkat 44, naik 10 peringkat dibandingkan pada tahun 2009. Peringkat layak investasi Indonesia menurut S&P juga mengalami peningkatan dari BB menjadi BBB. Kenaikan peringkat layak investasi ini menunjukkan semakin dipercayanya pasar modal Indonesia di mata global.
Indikator makroekonomi Indonesia selama tahun 2010 menunjukkan adanya perbaikan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia berhasil melaju pada tingkat 6,1%, sedangkan tingkat inflasi hingga November berhasil ditahan pada level 6,33% (yoy). Hal ini didukung oleh rendahnya tingkat suku bunga BI yang dipertahankan pada level 6,5%. Rendahnya tingkat suku bunga acuan ini menyebabkan sektor kredit mengalami peningkatan tajam sehingga sukses memompa pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari meningkatnya pertumbuhan kredit yang hingga bulan oktober mencapai 19,3% (yoy).
Indonesia juga mengambil keuntungan dari krisis ekonomi yang dialami oleh negara-negara uni eropa. Krisis tersebut menyebabkan adanya perpindahan aliran dana ke emerging market seperti Indonesia. Menurut data World Bank, total dana global yang hijrah ke emerging market hingga bulan oktober mencapai US$ 403 Miliar. Wajar apabila, ada sebagian dari dana global tersebut (US$ 15,7 miliar pada tiga triwulan pertama) yang mampir membanjiri pasar modal Indonesia. Banjir bandang dana global ini sukses mendongkrang IHSG mencapai di atas 3700. Diperkirakan akan terus meningkat pada tahun depan. Melonjaknya IHSG ini dikhawatirkan akan menyebabkan kerentanan apabila terjadi capital flight dari dana-dana asing tersebut. Kekhwatiran ini coba di atasi oleh pemerintah dengan terus mengkokohkan cadangan devisa. Hingga akhir November, cadangan devisa Indonesia sukses menembus angka US$ 92,759 Miliar atau sebesar 6,96 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah (BI, 2010). Dengan besarnya cadangan devisa yang dipunya oleh Indonesia, nampaknya perekonomian Indonesia masih akan stabil hingga tahun depan.
Seperti pendapat Seers (1973) bahwa permasalahan utama negara berkembang adalah kemiskinan, pengangguran dan pemerataan pendapatan, Indonesia pun masih menghadapi permasalahan yang sama. Walaupun angka kemiskinan yang dikeluarkan BPS menunjukkan trend penurunan, angka kemiskinan dan pengangguran Indonesia tetaplah tinggi. Pada tahun 2010, angka kemiskinan mencapai 34 juta, sedangkan angka pengangguran menjadi 9,5 juta. Lebih menyedihkannya lagi, sebagian besar dari penganggur adalah sarjana D3 dan S1. Jadi dapat disimpulkan, sebagian besar tenaga kerja yang terserap adalah tenaga kerja berpendidikan SMA kebawah. Sementara masalah pemerataan pendapatan juga masih jadi momok selama satu dekade terakhir. Pemerataan pendapatan mengalami stagnansi selama bertahun-tahun. Hal ini terlihat dari stagnannya angka koefisien gini Indonesia selama satu dekade pada kisaran 3,6-3,8. Masalah ini menjadi serius karena pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menerus positif selama beberapa tahun terakhir tapi tingkat kemiskinan, pengangguran dan pemerataan pendapatan masih tetap bermasalah. Alhasil dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut hanya dinikmati sedikit pihak.
Dengan berbagai pencapaian dan permasalahan yang dihadapi perekonomian Indonesia, tentunya kita masih tetap harus optimis dalam menyongsong tahun 2011. Untuk menatap 2011 dengan optimismis, setidaknya ada dua perkerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pertama adalah perbaikan infrastruktur. Kedua adalah perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi.
Perbaikan Infrastruktur
    Perbaikan infrastruktur menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepan. Kondisi infrastruktur Indonesia saat ini masih sangat menyedihkan. Global Competitivness report menempatkan kualitas infrastruktur Indoneisa pada peringkat 82, jauh tertinggal oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Brunei Darussalam (52), Malaysia (30), Thailand (35), dan Sinagpura (5). Hal ini menjadi pekerjaan rumah besar untuk pemerintah Indonesia.
Salah satu solusi untuk menyelesaikan permasalahan infrastruktur Indonesia adalah dengan menggunakan skema PPP (public private partnership) dalam pembiayaan infrastruktur. Mekanisme PPP atau di Indonesia disebut KPS (kerjasama pemerintah swasta) adalah mekanisme kerjasama jangka panjang antara pemerintah dan swasta dalam menjalankan proyek infrstruktur. Menurut Yong (2010) mekanisme PPP membantu pemerintah dalam mempercepat pembangunan infrastruktur. Selama ini pemerintah mengalami budget constrain ketika ingin mengembangkan infrastruktur. Melalui mekanisme PPP, pemerintah akan mendapat bantuan pendanaan dan pembagian resiko bersama pihak swasta. Di Indonesia, PPP sudah mulai banyak digunakan. Setidaknya sudah ada 70 proyek infrastruktur yang sudah beroperasi yang memakai mekanisme PPP. Dengan semakin banyaknya proyek dengan mekanisme PPP, diharapkan akselerasi pertumbuhan infrastruktur Indonesia akan semakin cepat.
Kualitas pertumbuhan ekonomi
    Kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih rendah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang cukup tinggi, akan tetapi efek masyarakatnya terlalu rendah. Setap satu persen pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya menyerap 250 ribu tenaga kerja baru. Hal ini yang menyebabkan masih tingginya tingkat pengangguran. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bergantung pada sektor non-tradable, yang notabane nya penyerapan tenaga kerjanya kecil. Pada kwartal IV 2010, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi mencapai 13,6%. Bandingkan dengan pertumbuhan sektor pertanian yang merangkak pada angka 1,6%, padahal mayoritas masyarakat Indonesia bekerja pada sektor pertanian. Pertumbuhan sektor tradable, seperti industri dan pertambangan justru stagnan pada level dibawah 5%. Hal ini berbanding terbalik dengan pertumbuhan sektor non-tradable yang mencapai di atas 6%. Jika melihat data-data tersebut, wajar apabila tingkat pengangguran dan kemiskinan Indonesia masih sangatlah tinggi. Sektor perekonomian Indonesia yang tumbuh hanyalah sektor yang cenderung padat modal bukan padat karya.
Menjadi suatu pekerjaan rumah untuk pemerintah untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satunya caranya adalah dengan memperkuat kembali industri nasional, terutama di sektor manufaktur dan agroindustri. Reindustrialisasi ini bisa dilakukan dengan menyokong pertumbuhan industri nasional melalui perbaikan infrastruktur, perbaikan birokrasi, dan pemberian bantuan modal bagi industri yang membutuhkan.

Referensi : www.wordpress.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pembangunan Daerah

TEORI DAN INDIKATOR PEMBANGUNAN
 
Konsepsi pembangunan sesungguhnya tidak perlu dihubung­kan dengan aspek-aspek spasial. Pembangunan yang sering dirumuskan melalui kebijakan ekonomi dalam banyak hal membuktikan keberhasilan. Hal ini antara lain dapat dilukiskan di negara-negara Singapura, Hongkong, Australia, dan negara­-negara maju lain. Kebijakan ekonomi di negara-negara tersebut umumnya dirumuskan secara konsepsional dengan melibatkan pertimbangan dari aspek sosial lingkungan serta didukung mekanisme politik yang bertanggung jawab sehingga setiap kebijakan ekonomi dapat diuraikan kembali secara transparan, adil dan memenuhi kaidah-kaidah perencanaan. Dalam aspek sosial, bukan saja aspirasi masyarakat ikut dipertimbangkan tetapi juga keberadaan lembaga-lembaga sosial (social capital) juga ikut dipelihara bahkan fungsinya ditingkatkan. Sementara dalam aspek lingkungan, aspek fungsi kelestarian natural capital juga sangat diperhatikan demi kepentingan umat manusia. Dari semua itu, yang terpenting pengambilan keputusan juga berjalan sangat bersih dari beragam perilaku lobi yang bernuansa kekurangan (moral hazard) yang dipenuhi kepentingan tertentu (vested interest) dari keuntungan semata (rent seeking). Demikianlah, hasil-­hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat secara adil melintasi (menembus) batas ruang (inter-region) dan waktu (inter-generation). Implikasinya kajian aspek spasial menjadi kurang relevan dalam keadaan empirik yang telah dilukiskan di atas (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).
Namun demikian, konsepsi pembangunan yang dikemukakan di atas sejalan dengan kajian terhadapnya maupun implementasi diberbagai negara dan wilayah lain, dikemukakan berbagai kelemahan. Kelemahan tersebut muncul seiring ditemukannya fenomena yang khas, antara lain kesenjangan, kemiskinan, pengelolaan public good yang tidak tepat, lemahnya mekanisme kelembagaan dan sistem politik yang kurang berkeadilan. kelemahan-kelemahan itulah yang menjadi penyebab hambatan terhadap gerakan maupun aliran penduduk, barang dan jasa, prestasi, dan keuntungan (benefit) dan kerugian (cost) di dalamnya. Seluruh sumberdaya ekonomi dan non-ekonomi menjadi terdistorsi alirannya sehingga divergence menjadi makin parah. Akibatnya, hasil pembangunan menjadi mudah diketemukan antar wilayah, sektor, kelompok masyarakat, maupun pelaku ekonomi. implisit, juga terjadi dichotomy antar waktu dicerminkan oleh ketidakpercayaan terhadap sumberdaya saat ini karena penuh dengan berbagai resiko (high inter temporal opportunity cost). Keadaan ini bukan saja jauh dari nilai-nilai moral tapi juga cerminan dari kehancuran (in sustainability). Ikut main di dalam permasalahan di atas adalah mekanisme pasar yang beroperasi tanpa batas. Perilaku ini tidak mampu dihambat karena beroperasi sangat massif, terus-menerus, dan dapat dite­rima oleh logika ekonomi disamping didukung oleh kebanyakan kebijakan ekonomi secara sistematis.
Kecendrungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan di Indonesia. Dalam era seperti ini, kondisi persaingan antar pelaku ekonomi (badan usaha dan/atau negara) akan semakin tajam. Dalam kondisi persaingan yang sangat tajam ini, tiap pelaku ekonomi (tanpa kecuali) dituntut menerapkan dan mengimplementasikan secara efisien dan efektif strategi bersaing yang tepat (Kuncoro, 2004). Dalam konteksi inilah diperlukan ”strategi berperang” modern untuk memenangkan persaingan dalam lingkungan hiperkompetitif diperlukan tiga hal (D’Aveni, 1995), pertama, visi terhadap perubahan dan gangguan. Kedua, kapabilitas, dengan mempertahankan dan mengembangkan kapasitas yang fleksibel dan cepat merespon setiap perubahan. Ketiga, taktik yang mempengaruhi arah dan gerakan pesaing.                                                                                                                                   A. Pengertian Pembangunan 

Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan (under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia (world system theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson (2005) membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan.
 Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah ber­kembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pen­dahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan­jutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me­menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehi­dupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya peren­canaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain.  Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba­ngunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran ter­sebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara kese­luruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan,  antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pem­bangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan ma­syarakat yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, moderni­sasi diartikan sebagai proses trasformasi dan perubahan dalam masya­rakat yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan sebagainya.
Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern, menggantikan alat-alat yang tradisio­nal.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan se­cara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering diartikan seba­gai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkat­an dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsi­kan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring de­ngan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisah­kan secara tegas batasannya, Siagian (1983) dalam bukunya Admi­nistrasi Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemam­puan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kuali­tatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak ha­rus terjadi dalam pembangunan.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangun­an. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/per­luasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.                                                                                                                                                   B.      Evolusi dan Pergeseran Makna Pembangunan 

Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan ­Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi, kabupaten, atau kota (Kuncoro, 2004).
Namun, muncul kemudian sebuah alternatif definisi pembangunan ekonomi menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan per kapita). Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi. Kontribusi mulai digantikan dengan kontribusi industri. Definisi yang cenderung melihat segi kuantitatif pembangunan ini dipandang perlu menengok indikator-indikator sosial yang ada (Kuncoro, 2004).
Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Pertanyaan beranjak dari benarkah semua indikator ekonomi memberikan gambaran kemakmuran. Beberapa ekonom modern mulai mengedepankan dethronement of GNP (penurunan tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan, pengangguran, distribusi pendapatan yang semakin timpang, dan penurunan tingkat pengangguran yang ada. Teriakan para ekonom ini membawa perubahan dalam paradigma pembangunan menyoroti bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multidimensional (Kuncoro, ­2003). Beberapa ahli menganjurkan bahwa pembangunan suatu daerah haruslah mencakup tiga inti nilai (Kuncoro, 2000; Todaro, 2000):
1.    Ketahanan (Sustenance): kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (pangan, papan, kesehatan, dan proteksi) untuk mempertahankan hidup.
2.    Harga diri (Self Esteem): pembangunan haruslah memanusiakan orang. Dalam arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu.
3.    Freedom from servitude: kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Selanjutnya, dari evolusi makna pembangunan tersebut mengakibatkan terjadinya pergeseran makna pembangunan. Menurut Kuncoro (2004), pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak negara berkembang mulai menyadari bahwa “pertumbuhan ekonomi” (economic growth) tidak identik dengan “pembangunan ekonomi” (economic development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka, memang dapat dicapai namun dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural (Sjahrir, 1986). Ini pula agaknya yang memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi (sufficient) bagi proses pembangunan (Esmara, 1986, Meier, 1989 dalam Kuncoro, 2004). Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Inilah yang menandai dimulainya masa pengkajian ulang tentang arti pembangunan. Myrdal (1968 dalam Kuncoro, 2004), misalnya mengartikan pembangunan sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Ada pula yang menekankan pentingnya pertumbuhan dengan perubahan (growth with change), terutama perubahan nilai-nilai dan kelembagaan. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran pembangun­an, namun lebih memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan.
Dalam praktik pembangunan di banyak negara, setidaknya pada tahap awal pembangunan umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai “instrumen” atau salah satu “faktor produksi” saja. Manusia ditempatkan sebagai posisi instrumen dan bukan merupakan subyek dari pembangunan. Titik berat pada nilai produksi dan produktivitas telah mereduksi manusia sebagai penghambat maksimisasi kepuasan maupun maksimisasi keuntungan.
Konsekuensinya, peningkatan kualitas SDM diarahkan dalam rangka peningkatan produksi. Inilah yang disebut sebagai pengembangan SDM dalam kerangka production centered development ­(Tjokrowinoto, 1996). Bisa dipahami apabila topik pembicaraan dalam perspektif paradigma pembangunan yang semacam itu terbatas pada masalah pendidikan, peningkatan ketrampilan, kesehatan, link and match, dan sebagainya. Kualitas manusia yang meningkat merupakan prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat industrial. Alternatif lain dalam strategi pembangunan manusia adalah apa yang disebut sebagai people-centered development atau panting people first (Korten, 1981 dalam Kuncoro, 2004). Artinya, manusia (rakyat) merupakan tujuan utama dari pem­bangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan sumber daya yang paling penting Dimensi pembangunan yang semacam ini jelas lebih luas daripada sekedar membentuk manusia profesional dan trampil sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai ­subyek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment) manusia, yaitu kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
 Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs) pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian ­terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan ­menurut etnis (ethnodevelomment) (Kuncoro, 2003). paradigma ini secara ringkas dapat ­dirangkum sebagai berikut:
1.        Para proponen strategi “pertumbuhan dengan distribusi”, atau “redistribusi dari per­tumbuhan”, pada hakekatnya menganjurkan agar tidak hanya memusatkan perhatian ­pada pertumbuhan ekonomi (memperbesar “kue” pembangunan) namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi “kue” pembangunan tersebut. lni bisa diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal manusia, perhatian pada petani kecil, sektor informal dan pengusaha ekonomi lemah.
2.        Strategi pemenuhan kebutuhan pokok dengan demikian telah mencoba memasukkan semacam “jaminan” agar setiap kelompok sosial yang paling lemah mendapat manfaat dari setiap program pembangunan.
3.        Pembangunan “mandiri” telah muncul sebagai kunsep strategis dalam forum internasional sebelum kunsep “Tata Ekonomi Dunia Baru” (NIEO) lahir dan menawarkan anjuran kerja sama yang menarik dibanding menarik diri dari percaturan global.
4.        Pentingnya strategi ecodevelopment, yang intinya mengatakan bahwa masyarakat dan ekosistem di suatu daerah harus berkembang bersama-sama menuju produktivitas dan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi; namun yang paling utama adalah, strategi pembangunan ini harus berkelanjutan baik dari sisi ekologi maupun sosial.
5.        Sejauh ini baru Malaysia yang secara terbuka memasukkan konsep ecodevelopment dalam formulasi Kebijaksanaan Ekonomi Baru-nya (NEP). NEP dirancang dan digunakan untuk menjamin agar buah pembangunan dapat dirasakan kepada semua warga negara secara adil, baik ia dari komunitas Cina, India, dan masyarakat pribumi Malaysia (Faaland, Parkinson, & Saniman, 1990 dalam Kuncoro, 2004).              C.      Indikator Pengukuran Keberhasilan Pembangunan       
Penggunaan indicator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk setiap Negara. Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya, di Negara-negsara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indicator pembangunan akan bergeser kepada factor-faktor   sekunder dan tersier (Tikson, 2005).
Sejumlah indicator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga internasional antara lain pendapatan perkapita (GNP atau PDB), struktur perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu terdapat pula dua indicator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini, akan disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (2005) terhadap kelima indicator tersebut :
1.       Pendapatan perkapita 
         Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.
      2. Struktur ekonomi 
            Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita, konstribusi sektor manupaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain pihak , kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun.
3. Urbanisasi 
       Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan pengalaman industrialisasi di negara-negara eropa Barat dan Amerika Utara, proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn proporsi industrialisasi. Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan cepatnya proses industrialisasi. Di Negara-negara industri, sebagain besar penduduk tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan di Negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan sebagai salah satu indicator pembangunan.
4.       Angka Tabungan 
           Perkembangan sector manufaktur/industri selama tahap industrialisasi memerlukan investasi dan modal. Finansial capital merupakan factor utama dalam proses industrialisasi dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggeris pada umumnya Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revolusi industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha ini dapat dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.
5.       Indeks Kualitas Hidup 
           IKH atau Physical Qualty of life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Indeks ini dibuat indicator makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial. Indeks ini dihitung berdasarkan kepada (1) angka rata-rata harapan hidup pada umur satu tahun, (2) angka kematian bayi, dan (3) angka melek huruf. Dalam indeks ini, angka rata-rata harapan hidup dan kematian b yi akan dapat menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan lingkungan keluarga yang langsung beasosiasi dengan kesejahteraan keluarga. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf, dapat menggambarkan jumlah orang yang memperoleh akses pendidikan sebagai hasil pembangunan. Variabel ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status ekonomi keluarga akan mempengaruhi status pendidikan para anggotanya. Oleh para pembuatnya, indeks ini dianggap sebagai yang paling baik untuk mengukur kualitas manusia sebagai hasil dari pembangunan, disamping pendapatan per kapita sebagai ukuran kuantitas manusia.
6.Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) 
           The United Nations Development Program (UNDP) telah membuat indicator pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indicator yang telah ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks ini adalah pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP, pembangunan hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumberdaya manusia. Dalam pemahaman ini, pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah proses yang bertujuan m ngembangkan pilihan-pilihan yang dapat dilakukan oleh manusia. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang menentukan jalan hidup manusia secara bebas.
Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai factor penting dalam kehidupan manusia, tetapi tidak secara otomatis akan mempengaruhi peningkatan martabat dan harkat manusia. Dalam hubungan ini, ada tiga komponen yang dianggap paling menentukan dalam pembangunan, umur panjang dan sehat, perolehan dan pengembangan pengetahuan, dan peningkatan terhadap akses untuk kehidupan yang lebih baik. Indeks ini dibuat dengagn mengkombinasikan tiga komponen, (1) rata-rata harapan hidup pada saat lahir, (2) rata-rata pencapaian pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMU, (3) pendapatan per kapita yang dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity. Pengembangan manusia berkaitan erat dengan peningkatan kapabilitas manusia yang dapat dirangkum dalam peningkatan knowledge, attitude dan skills, disamping derajat kesehatan seluruh anggota keluarga dan  lingkungannya.

Pemprov Balikpapan usulkan Rp2 triliun untuk infrastruktur
        
      Pemerintah Kota Balikpapan dalam Musyawarah Perencanaaan Pembangunan (Musrenbang) Daerah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengusulkan tambahan anggaran dana sebesar Rp2 triliun untuk membiayai proyek pembangunan infrastruktur.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Balikpapan Suryanto mengatakan anggaran itu nantinya akan digunakan sebagai dana tambahan bagi Pemkot dalam membiayai proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan, jembatan, stadion, serta pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
“Kami mengusulkan anggaran Rp 2 triliun untuk menyelesaikan proyek infrastruktur,” ungkap Suryanto, hari ini.
Pembangunan jalan diantaranya proyek akses jalan pendekat menuju Jembatan Pulau Balang. Jembatan ini merupakan jalur akses trans Kalimantan yang menghubungkan Kota Balikpapan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Pemkot Balikpapan memiliki kewajiban untuk menyelesaikan pembangunan bentang pendek sepanjang 800 meter antara Balikpapan menuju Pulau Balang.
Sedangkan pembangunan stadion dikhususkan untuk menunjang fasilitas keolahragaan daerah. Selama ini, Pemkot Balikpapan masih meminjam lapangan milik Pertamina karena belum mempunyai stadion sendiri sebagai fasilitas olahraga.
Pembangunan stadion ini menelan dana Rp 400 miliar. Untuk tahap awal, hingga akhir tahun ini, sudah dikucurkan dana Rp 72 miliar dari APBD Balikpapan 2011, guna menggarap fisik stadion seperti lapangan dan sebagian tribun. Pada 2012, pembangunan tahap kedua dijalankan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Kaltim ditambah APBN. Sayangnya Suryanto belum dapat memastikan nilai anggaran tersebut.
Mengenai pembangunan rumah sakit umum daerah (RSUD), Suryanto menegaskan pembangunan tersebut ditujukan untuk pelayanan bagi rakyat miskin. Saat ini, RSUD yang ada milik Pemprov Kaltim tidak mampu menampung seluruh pasien yang harus dirawat di ruang kelas III. Karena sering mengalami kelebihan kapasitas, pasien beralih menuju rumah sakit swasta yang biayanya lebih mahal.(api)

 
Referensi:www.google.co.id
              www.wordpress.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

INFLASI

INFLASI DI INDONESIA





     Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
     Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.


Penyebab

     Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
     Inflasi tarikan permintaan ( demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
     Inflasi desakan biaya ( cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu
kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

Penggolongan

    Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
  1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
  2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
  3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
  4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

Mengukur inflasi

       Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
  • Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
  • Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
  • Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
  • Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
  • Indeks harga barang-barang modal
  • Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

Dampak

     Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
     Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
     Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.


Indonesia menduduki posisi kedua tertinggi untuk inflasi year on year hingga Januari 2011 di antara negara-negara ASEAN.

     Hal tersebut diungkapkan Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro di kantor Kemenkeu, Kamis (17/2). “Inflasi kita masih kedua tertinggi di ASEAN,” ujarnya.Berdasar data yang dipaparkannya, inflasi year on year secara berurutan untuk negara ASEAN 5 adalah Vietnam 11,75%, Indonesia 7,02%, Singapura 4,59%, Philipina 3,54%, Thailand 3,03%, dan Malaysia 2,21%.Bambang mengakui, menekan laju inflasi adalah langkah yang cukup berat. Pasalnya, harga komoditas dunia masih meroket dan hal tersebut di luar kendali pemerintah. “Ini adalah PR (pekerjaan rumah), harus perbaiki tingkat inflasi untuk mencapai di bawah 5 persen. Tentu berat dalam kondisi sekarang, karena kenaikan harga komoditas global,” ujarnya.
      Inflasi tersebut, lanjutnya, masih disumbang oleh konsumsi yaitu sektor komunikasi dan transportasi serta kenaikan harga pangan yaitu cabai dan beras. “Inflasi Januari 0,89 persen dan 7,02 persen (yoy). Ini menjadi warning, karena inflasi tahunan ini tertinggi sejak Mei 2009. Utamanya dari volatile, yang mencapai 18,25 persen, administered price 5,21 persen, core 4,18 persen. Tapi harus waspada, bukan hanya volatile, core dan administered juga harus diperhatikan,” paparnya.Untuk menekan laju inflasi ini, pemerintah akan fokus pada pengendalian harga dan volume bahan pangan serta peningkatan investasi di sektor riil.

 


Referensi : www.google.co.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PENGANGGURAN

" Solusi Untuk Pengangguran di Indonesia "




       Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

Jenis & macam pengangguran

Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment                                                                                                         Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya. 

Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment                                               Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukan jualan duren yang menanti musim durian.

Pengangguran Siklikal                                                                                   Pengangguran Siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lain. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan keja yang dinyatakan dalam persen.  Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.


 Masalah Pengangguran di Indonesia ( Solusi Untuk Pengangguran )
     Masalah pengangguran di indonesia seakan akan terus membengkak tak kunjung mengecil. terus dan terus bertambah angka pengangguran di indonesia. Lowongan pekerjaan menjadi sesuatu yang sangat langka, tetapi ironisnya beberapa perusahaan bila butuh SDA malah diisi oleh tenaga kerja asing dan kian hari kian bertambah.
Beberapa perusahaan seringkali mengalami kesulitan mendapatkan pegawai dengan kemampuan sesuai kebutuhan. Terlebih bila di butuhkan adalah pegawai yang memiliki keahlian khusus, berkemampuan memimpin, memotivasi, mengendalikan anak buah dan bernegosiasi. Padahal jumlah pelamar alias pengangguran begitu banyak yang menyodorkan untuk mengisi kebutuhan SDM tersebut.
Secara naluriah, orang yang mengalami keadaan menganggur merasakan berbagai macam keluh kesah yang seringkali menimbulkan frustasi, pesimis, berfikir negatif, kurang percaya diri, memberontak dan perasaan lainnya yang kurang nyaman bagi dirinya sendiri maupun bagia suasana lingkungan sosial. Bahkan terkadang kondisi sosial personal yang labil seperti itu mempengaruhi terjadinya keresahan sosial. Tetapi tidak semua orang menganggur mengalami kondisi seperti itu. Ada yang memiliki kemampuan mengendalikan diri serta mencari alternatif” untuk mengisi waktunya dengan hal” bermanfaat.
Faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran bisa di pengaruhi dari luar (eksternal) juga di pengaruhi faktor internal individu orang yang bersangkutan.
Ada 3 hal yang secara eksternal menjadi penyebab kesulitan mendapatkan pekerjaan :    
  1. Dunia pendidi
  2. Krisis ekonomi yang berpengaruh pada macetnya perusahaan menjalankan bisnis.
  3. kan yang tidak link dan match dengan dunia kerja.
  4. Rendahnya mibilitas masyarakat (tidak mau bermigrasi/hijrah)
Fakter internal diri orang yang bersangkutan merupakan penyebab sulitnya mendapatkan pekerjaan atau berusaha. Bahkan seringkali faktor internal ini menjadi penyebab terbesar yang mendorong seseorang sulit mendapatkan kesempatan bekerja/berusaha. Faktor internal pun dapat menjadi penghambat seseorang untuk maju.
Faktor internal terbesar yang mempersulit seseorang mendapatkan pekerjaan yang layak, ada dual penyebabnya, antara lain : tidak mempunyai need of achievement (kebutuhan akan prestasi) dan tidak mempunyai keterampilan yang cukup.
Untuk itu, untuk meraih sukses maka setiap individu mau tidak mau harus melakukan upaya transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui peningkatan produktivitas. Untuk mencapai hal itu pun di perlukan pribadi-pribadi yang berwawasan luas, terampil, disiplin, sanggup menghasilkan karya karya terbaik dan berdaya saing.
Perlu juga di tingkatkan kecerdasan baik kecerdasan akademik, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Sehingga di mungkinkan dapat mengelola waktu dengan efektif, menumbuhkan percaya diri dan mampu mengatisipasi berbagai hambatan yang mungkin di hadapi.



Referensi : www.google.co.id
                

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS