Good Corporate Governance (GCG)
Pada tulisan saya kali ini saya akan
membahas sedikit mengenai Good Corporate Governance atau yang biasa disingkat
dengan GCG. Berikut pembahasan mengenai GCG :
Pengertian
GCG
Good Corporate Governance (GCG) adalah
prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholders
pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk mengatur kewenangan
Direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lain yang berhubungan dengan
perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Center for European Policy Studies
(CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh
sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian,
baik yang ada didalam maupun diluar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak
disini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders
saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara
individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme
dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang
memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar
aneka kegiatan perusahaan.
Sementara itu, ADB (Asian Development
Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: accountability,
transparency, predictability dan participation. Pengertian lain
datang dari Finance Comitte on Corporate Governance Malaysia. Menurut
lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk
mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan kearah peningkatan
pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah
menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memerhatikan berbagai
kepentingan para stakeholder lainnya.
Prinsip Dasar GCG
Pada
intinya prinsip dasar GCG terdiri dari 5 aspek yaitu :
1. Transparancy, dapat diartikan sebagai
keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam
mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
2. Accountability,
adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility, pertanggungjawaban perusahaan
adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip
korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency, atau kemandirian adalah suatu
keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran) yaitu
pelakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kendala
sangat besar yang dihadapi dalam penerapan prinsip GCG saat ini di Indonesia
adalah praktik korupsi, pengelembungan biaya, kolusi serta nepotisme
masih tumbuh subur dan terus dipupuk dibanyak perusahaan swata
maupun Pemerintah.
Contoh Kasus Dalam Penyimpangan GCG
JAKARTA—Masyarakat Telematika
Indonesia (Mastel) menilai terjadi pelanggaran Good Corporate Governance (GCG)
oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala mengeluarkan (SE) No.
177/BRTI/2011 ke 10 operator telekomunikasi pada medio Oktober
2011. SE tersebut berisikan himbauan menghentikan penawaran konten
melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice broadcast sampai dengan batas
waktu yang akan ditentukan kemudian.
Analisis :
Layanan SMS premium ini tentunya
sudsh tidak asing lagi bagi kita, dan sudah tidak asing pula bahwa jasa ini
memberikan dampak yang sangat merugikan bagi pengguna telepon seluler. Kerugian
yang didapat tersebut adalah banyak sekali pelanggan yang pulsanya sering habis
oleh ulah para penyelenggara jasa SMS premium tersebut, walaupun pelanggan
sudah menghentikan layanan tersebut tetapi pulsa selalu saja di sedot oleh
pihak penyelenggara jasa tersebut. Hal ini tentu saja merugikan pelanggan yang
membuat keperluannya terhambat karena pulsa yang tiba-tiba habis di ambil oleh
penyelenggara jasa tersebut.
Namun dalam mengatasi hal
tersebut BRTI yang seharusnya menyelesaikan masalah ini kepada pihak
penyelenggara jasa tersebut bukan kepada operator. BRTI juga seharusnya lebih
ketat dalam pengawasan layanan tersebut agar tidak terjadi lagi peristiwa sedot
pulsa. Dalam kasus diatas juga sudah di jelaskan tentang pasal-pasal yang tidak
dilaksanakan sesuai kenyataan. Hal inilah yang membuat BRTI diduga menyimpang
dari Good Corporate Governance (GCG).
“Kami melihat adanya
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh BRTI dengan keluarnya SE
tersebut,” ungkap Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa.
Menurutnya, penyimpangan terkait
dengan Instruksi Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan Premium. Menurut Pasal
8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/ 10/2008, BRTI hanya dapat menuangkan produk
pengaturan yang sifatnya perintah dalam bentuk Keputusan Dirjen.
Berikutnya tentang indepedensi
dan profesionalitas dimana BRTI
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru melibatkan pihak lain. BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten. Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan.
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru melibatkan pihak lain. BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten. Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan.
Para Penyelenggara Jasa Pesan
Premium yang paling terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan
dalam pembahasan, termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan
Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak
tujuan. Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses
evaluasi.
“Mastel berpendapat bahwa
seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi
melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan
Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium
diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama
dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
Terakhir terkait, Pasal 15
PM 01/2009 menyatakan bahwa pengguna berhak mengajukan ganti rugi kepada
Penyelenggara Pesan Premium, sedangkan dalam SE BRTI butir 4, tanggung
jawab dari Penyelenggara Pesan Premium tidak dinyatakan. Ditegaskannya, kasus
sedot pulsa tidak akan terjadi jika ada pengawasan ketat dari BRTI. Hal ini
karena penyelenggaraan Jasa Pesan Premium diselenggarakan setelah
mendapatkan izin berupa pendaftaran penyelenggaraan kepada BRTI.
“Namun
sayangnya tidak pernah dilakukan evaluasi/analisa atau diseleksi oleh
BRTI. Seharusnya BRTI dapat membina dan mengendalikannya misalnya pengendalian pemberian short code,” katanya.(id)
BRTI. Seharusnya BRTI dapat membina dan mengendalikannya misalnya pengendalian pemberian short code,” katanya.(id)
Sekian
penulisan mengenai GCG dari saya , semoga bermanfaat untuk para pembacanya.
Sumber
:
NAMA
: DISTY MEDIAN VANIDA
NPM
: 22210099
KELAS
: 4EB10
0 komentar:
Posting Komentar